Gol Messi ke-50: Puisi di Lapangan

Bola Tak Butuh Nama

Saya ada saat ia mencetak gol ke-50—bukan untuk headline, bukan untuk hashtag—tapi karena rasanya seperti solo jazz di waktu tambahan. Miami tidak dibangun untuk pial, tapi untuk momen seperti ini: kaki kirinya menyentuh bola, sekali saja, lalu menghilang dalam diam.

Tempat Jiwa Menyaksikan

Antonella tidak bersorak. Ia bernapas—perlahan, seolah menghafal setiap umpan sebelum terjadi. Matéo berdiri di sampingnya—bukan memegang ponsel, tapi memegang warisan ayahnya. Tidak ada kilau lampu. Tidak ada klip viral. Hanya dua pria dalam kaos putih—one bermain permainan Tuhan, satu mengingat cara menjadi manusia.

Data yang Lupa Berbicara

ESPN bilang ‘efisiensi.’ Nike sebut ‘kinerja.’ Tapi saya sebut itu puisi—with no meter except rhythm. Angka tak bisa jelaskan kenapa kita menangis saat ia mencetak sendirian di malam bawah cahaya neon. Stat sejati? Ia membuat kita merasa dilihat—even when nobody else did.