2025 NBA Draft: Dulu vs Kini

Siklus Draft: Di Mana Kebisingan Bertemu Kebenaran

Saya tidak di sini untuk menjual kesepakatan umum. Saya di sini untuk menunjukkan bagaimana seorang analis—saya sendiri—berjuang melawan bias pribadinya selama siklus draft 2025.

Desember lalu, saya mengirim mock draft pertama seperti mahasiswa baru yang menyerahkan tugas. Enam bulan berselang: sebagian besar peringkat itu lenyap—digantikan data mentah, analisis gerakan kaki, dan bahkan refleksi batin.

Ini bukan soal siapa yang dipilih pertama—tapi bagaimana kita memutuskan. Dan izinkan saya bilang: jika Anda belum menonton minimal tiga jam tape setiap prospek utama sambil minum kopi dingin pukul 3 pagi? Anda belum siap untuk dunia ini.

Dari Keraguan ke Dominasi: Efek Flagg

Mari mulai dengan hal yang tak bisa diabaikan: Coop Flagg bukan #1 favorit saya Desember lalu.

Ya—saya katakan itu. Bahkan, dia sejajar dengan Dylan Harper dalam model awal—bukan karena buruk (dia hebat), tapi karena langit-langit ofensifnya terasa… tidak stabil.

Lalu datang Januari. Lalu Februari. Lalu Maret—ketika dia memimpin Duke melawan cedera seolah tak ada masalah.

Kecerdasan saat bola? Terbuka. Tembakan clutch? Tenang di bawah tekanan. Bahkan pertahanannya berkembang jauh dari sekadar blok—dia mulai bergerak seperti telah belajar film bacaan off-ball Chris Paul.

Pada April? Dia bukan hanya #1—dia menjadi standar baru bagi prospek sayap elit modern:

• Tubuh 6’7”,
• Jangkauan statis 7’4”,
• Dan semangat bertarung yang membuat Draymond Green terlihat santai.

Moral cerita? Jangan percaya hype awal kecuali bertahan dalam kompetisi nyata.

Harper vs Harp: Saat Metrik Mengalahkan Perasaan

Sekarang bicara Dylan Harper—manusia yang hampir jadi #1 saya setelah semua itu—but only because numbers don’t lie.

Harper mencatat net rating +8.6 di Rutgers—angka begitu kuat hingga membuat saya meragukan apakah pernah melihat sesuatu seperti ini dari pengendali ukuran seperti dia (6’4,5”) sebelum musim college usai.

Apakah dia mencolok? Tidak benar-benar—lebih seperti kekacauan efisien yang disembunyikan sebagai ketenangan. Dia tidak butuh highlight reel; dia butuh spreadsheet—and those told us everything:

• Visi elite,
• Irama dribble mulus,
• Versatilitas pertahanan,
• Dan yang terbaik: tidak melakukan turnover saat menjaga pemain utama saat waktu genting.

Masih… beberapa scout menyebutnya ‘biasa saja.’ Jawaban saya: Anda tidak sedang menonton. Angka tidak goyah di bawah tekanan—and neither should your evaluation process.

Pemain Pemuncak Sunyi yang Mencuri Hati Saya (dan Peringkat)

Pemain-pemain ini tak berisik—but they are loud dalam dampaknya:

• Tre Johnson naik bukan karena dunk lebih banyak dari siapa pun—but karena ia mencetak lebih dari 80% poinnya dalam lima detik setelah menerima bola selama serangan akhir Texas—a tanda keputusan elit di tengah tekanan tinggi.
• Carter Bryant mengubah statistik mencolok menjadi kemenangan nyata—the kind that turns analis menjadi percaya dalam satu malam berkat spasinya (+37% dari luar) dan ketenangan saat pertandingan ketat.
• Dan Khaman Maluach, meski kurus untuk ukurannya (7’0”), membuktikan bahwa ukuran bukan nasib jika eksekusi lebih penting daripada inci atau kelas bobot! The truth is simple: potensi punya banyak wajah—and only data can reveal them all without emotion getting in the way.